Sabtu, 04 Juni 2011

TEORI KETERGANTUNGAN MEDIA (DEPENDENCY THEORY) DALAM PEMILIHAN MEDIA MASSA


Perspectif Komunikasi


TEORI KETERGANTUNGAN MEDIA (DEPENDENCY THEORY)
DALAM PEMILIHAN MEDIA MASSA 

 OLeh : ILHAM KUSUMA S. SOS
                                                                
            Sifat dan tujuan teori bukan semata-mata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta merepresentasikan fakta tersebut. Karenanya teori yang baik adalah teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata. (Abraham Kaplan (1964)
            Teori Ketergantungan (Dependency Theory) menurut Melvin Defluer dan Sandra Ball Roceach , adalah teori tentang komunikasi massa yang menyatakan bahwa semakin seseorang tergantung pada suatu media untuk memenuhi kebutuhannya, maka media tersebut menjadi semakin penting untuk orang itu.  Ketergantungan itu sangat esensial dalam naluri freud. Karena merupakan fitur yang sangat mencolok pada prosa pembangunan budaya itu, apa yang memungkinkan untuk kegiatan psikis yang lebih tinggi, ilmiah, artistik maupun ideologis, untuk memainkan peran penting dalam kehidupan beradab  (Peradaban and Its Discontents, hal 44).
            Freud berpendapat," Bahwa esensi dari proses represi terletak, tidak meletakkannya berakhir, dalam memusnahkan, gagasan yang merupakan naluri, tapi dalam mencegah dari menjadi sadar yang direpresikan merupakan bagian dari alam bawah sadarBagaimana kita untuk sampai pada pengetahuan tentang sadar? Hal ini tentu saja hanya sebagai sesuatu yang sadar yang kita kenal, setelah mengalami transformasi atau penerjemahan menjadi sesuatu sadar "("The bawah sadar, "hal 573). Alam bawah sadar (naluri id-terpenting) tidak statis hal ini terikat dalam serangkaian mekanisme yang rumit dengan ego-super ("badan khusus.. self-kritik "), yaitu, pemikiran rasional, alasan, atau hati nurani seseorang (The Luar biasa, "hal 211). upaya untuk mengembangkan cara sistematis untuk mengakses dan menafsirkan alam bawah sadar. Di bagian ini dikutip ia secara eksplisit elides proses tindakan psikis yang mereka interpretasi tekstual (Satu dipengaruhi oleh strategi penafsiran Yahudi dari Midrash hidup (komentar) dalam gerakan yang membuat seseorang sadar, sejarah kehidupan ego, teks penuh dengan "ditekan dan abnegated materi, "yakni, jejak-jejak asal lain (ibid.).


 Freud menulis bahwa hampir di mana-mana dapat ditemukan ada kelalaian mencolok, mengganggu pengulangan, kontradiksi gamblang, tanda-tanda hal komunikasi yang tidak pernah dimaksudkan berharap untuk memberikan kata "Distorsi" makna ganda yang memiliki hak, meskipun tidak lagi digunakan dalam pengertian ini. Ini seharusnya berarti tidak hanya "untuk mengubah penampilan, "tetapi juga" untuk kunci terpisah, "" untuk dimasukkan ke dalam tempat lain. " (Musa dan Monoteisme, hal 52)
            Teori ini memperkenalkan model yang menunjukan hubungan integral tak terpisahkan antara pemirsa, media dan sistem sosial yang besar. Teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial. Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.
            Konsisten dengan teori-teori yang menekankan pada pemirsa sebagai penentu media, model ini memperlihatkan bahwa individu bergantung pada media untuk pemenuhan kebutuhan atau untuk mencapai tujuannya, tetapi mereka tidak bergantung pada banyak media dengan porsi yang sama besar. Besarnya ketergantungan seseorang pada media ditentukan dari dua hal.
1.      Individu akan condong menggunakan media yang menyediakan kebutuhannya lebih banyak dibandingkan dengan media lain yang hanya sedikit. Sebagai contoh, bila anda menyukai gosip, anda akan membeli tabloid gosip dibandingkan membeli koran Kompas, dimana porsi gosip tentang artis hanya disediakan pada dua kolom di halaman belakang, tetapi orang yang tidak menyukai gosip mungkin tidak tahu bahwa tabloid gosip kesukaan anda, katakanlah acara Cek dan ricek, itu ada, ia pikir cek dan ricek itu hanya acara di televisi, dan orang ini kemungkinan sama sekali tidak peduli berita tentang artis di dua kolom halaman belakang Kompas.
2.      Persentase ketergantungan juga ditentukan oleh stabilitas sosial saat itu. Sebagai contoh, bila negara dalam keadaan tidak stabil, anda akan lebih bergantung/ percaya pada koran untuk mengetahui informasi jumlah korban bentrok fisik antara pihak keamanan dan pengunjuk rasa, sedangkan bila keadaan negara stabil, ketergantungan seseorang akan media bisa turun dan individu akan lebih bergantung pada institusi - institusi negara atau masyarakat untuk informasi. Sebagai contoh di Malaysia dan Singapura dimana penguasa memiliki pengaruh besar atas pendapat rakyatnya, pemberitaan media membosankan karena segala sesuatu tidak bebas untuk digali, dibahas, atau dibesar-besarkan, sehingga masyarakat lebih mempercayai pemerintah sebagai sumber informasi mereka.

A.    (Individual Differences Theory) Teori Perbedaan Individu

            Asumsi teori ini adalah Pesan-pesan yang disampaikan media massa ditangkap individu sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan personal individu. Efek komunikasi pada individu akan beragam walaupun individu menerima pesan yang sama. Terdapat faktor psikologis dalam menerima pesan yang disampaikan media massa. Masing-masing individu mempunyai perhatian, minat, keinginan yang berbeda yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis yang ada pada diri individu tersebut sehingga mempengaruhi dalam menerima pesan yang disampaikan media massa.

B.     Teori Penggolongan Sosial (Social Category Theory)

Asumsi teori ini adalah Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu atau sama akan cenderung memiliki prilaku atau sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Pesan-pesan yang disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu yang termasuk dalam kelompok sosial tertentu. Teori Penggolongan sosial ini dapat di di lihat berdasarkan : Usia, Jenis kelamin Suku, Profesi, Pendidikan. Kegemaran atau Hobby, Status sosial. Agama dll.
           



            Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya special atau khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa pasar tertentu misalnya :
-          Majalah Bola, Soccer, Go, F1, dll diperuntukan mereka yang senang olahraga.
-          Majalah Femina, Kartini, Wanita , dll yang diperuntukan wanita kalangan tertentu.
-          Program Siaran Si bolang di Trans 7, Ipin Ipin,  yang diperuntukan untuk anak-anak
-          Majalah Tempo, Republika, Kompas, Jawa Pos misalnya diperuntukan mereka yang senang politik.
-          Silet, Cek and Ricek, misalnya diperuntukan mereka yang senang dengan berita seputar gosip para artis.

            Begitu juga di media elektronik disajikan acara-acara tertentu yang memang diperuntukan bagi kalangan tertentu dengan memprogramkannya sesuai dengan waktu dan segmen khalayaknya.

C.    TEORI NORMA BUDAYA ( NORM AND CULTURAL THEORY)

      Asumsi teori ini adalah Media massa melalui informasi yang disampaikannya dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan yang oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya. Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya dengan cara Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang ada. Ketika suatu budaya telah kehilangan tempat apresiasinya, kemudian  media massa memberi lahan atau tempat maka budaya yang pada awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali. Misalnya Acara pertunjukan Overa Van Java, yang  ditayangkan di Trans 7, Wayang Kulit,  terbukti telah memberi tempat pada budaya tersebut untuk diapresiasi oleh masyarakat. Media massa telah menciptakan pola baru tetapi tidak bertentangan bahkan menyempurnakan budaya lama.
      Freud berpendapat analogi antara kelestarian psikis dan model arkeologi, khususnya Roma, Kota Abadi. Dia menjelaskan bagaimana topografi Roma ditembak melalui reruntuhan dan sisa-sisa masa lalu, mereka ditemukan "Dovetailed Ke dalam campur aduknya  metropolitan besar yang telah tumbuh di beberapa abad terakhir sejak Renaissance "(Hal. 17). Freud mengambil model dari arkeologi situs dengan lapisan selanjutnya reruntuhan dan peta itu kesadaran manusia karena ini adalah bagaimana masa lalu dipertahankan pada saat ini, yang merupakan model imanensi. Dia berpendapat bahwa kita harus membandingkan masa lalu kota dengan yang pikiran. Dia meminta kita untuk "menganggap bahwa Roma bukanlah tempat tinggal manusia tapi badan psikis dengan masa lalu yang sama panjang dan berlebihan "(ibid.).  Dalam kedua model, apa Freud berpendapat adalah palimpsest spektral yang mengingat-Nya terkenal penjelasan tentang Wunderblock, dimana semua yang telah ditulis pada tabula rasa dipertahankan dalam lilin pada yang bersandar. Model imanensi penting karena memberikan metafora spasial yang memungkinkan satu untuk membaca jejak atau efek sisa masa lalu di masa kini. Selain itu, hal ini membantu kita untuk memahami desakan Freud ketika datang ke konstan tindakan yang dibutuhkan untuk menekan hasrat tak sadar. Dia bersikeras ketika ia menegaskan bahwa proses "dari represi tidak boleh dianggap sebagai suatu peristiwa yangterjadi sekali, hasil yang permanen, seperti ketika hidup beberapa hal yang telah dibunuh dan dari waktu itu dan seterusnya sudah mati; tuntutan represi pengeluaran terus-menerus kekuatan pemeliharaan represi melibatkan pengeluaran tak terputus gaya "(" Penindakan, " Dari teks besar pertama Freud The Interpretation of Dreams (1900) melalui karya-karya berurusan dengan agama, seperti Totem dan Taboo (1913), dan bahkan di kemudian kerja seperti Peradaban dan Its Discontents, sebuah konsepsi manusia diberikan. Ia berpendapat bahwa manusia didorong oleh dua primal naluri: diri pelestarian dan kepuasan libidinal. Naluri ini mematuhi tidak ada hukum normatif sosial selain kepuasan. Drive ini terhadap kepuasan adalah kekuatan destruktif. Dicentang, kekerasan dan kematian hanya akan menghasilkan dari perjalanan kita menuju pemenuhan malu egois. hal 572).
      Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber utama kekhawatiran masyarakat terhadap media massa, yaitu :
1.      Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity) serta kekuatannnya yang potensial untuk memanipulasi dengan tujuan-tujuan tertentu
2.      Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai media massa dengan demikian media massa dapat dipergunakan untuk menjamin ketundukan masyarakat terhadap status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah kemampuan khalayak untuk berpikir kritis.
3.      Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat membawa khalayaknya pada cita rasa estetis dan standar budaya populer yang rendah.
4.      Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan jerih payah para pembaharu selama beberapa puluh tahun yang lalu.

D.   TEORI PENGHARAPAN NILAI (The Expectacy-Value Theory)
      Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai). Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut.
      Freud minat (de-) sublimasi-artikulasi uncensored dari psikis fantasi-bersama dengan "hasil estetika kesenangan kepuasan substitusi adalah ilusi berbeda dengan kenyataan karena apa yang kita inginkan adalah kepuasan dan belum"Tidak ada kemungkinan sekali menjadi yang dibawa melalui, semua peraturanalam semesta bertentangan dengan itu "(ibid., hal 23). Dengan demikian, kita diciptakan untuk memperoleh kenikmatan dalam ilusi, bentuk kedua-tier. Namun, sublimasi menyediakanFreud dengan alat untuk menyelidiki lebih lanjut bagaimana materi ditekan terus mengerahkan pengaruh yang menentukan atas hidup sadar, bagaimana dan mengapa primal naluri yang terus-menerus hadir, selalu mengancam akan mengambil alih. Inipotensi desublimation terjadi tidak hanya pada tingkat individu, tetapi pada tingkat kolektif juga karena usaha sublimatory seperti agama dan seni adalah ilusi sosial. "

E.     TEORI S-O-R
Teori dependensi  menurut Penulis sangat Berkorelasi dengan Teori S-O-R)  Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semua berasal dari Psikologi. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi.  Menurut stimulus response ini efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah;
• Pesan (stimulus, S)
• Komunikan (organism, O)
•  Efek (Response, R)
Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu :
Perhatian
• Pengertian
• penerimaan.
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

REFLEKSI TEORI DEPENDENSI”

            Menurut Perspectif penulis bahwa Teori dependensi sangat krusial ditelaah secara Intensifikasi dalam mencari format kesukaan khalayak dalam alam sadarnya pada pemilihan Media, seperti proses mimpi yang panjang hingga ia terlelap kembali dalam tidurnya, hysteria dalam alam bawah sadar” Kajian Sigmund Freud sangat erat kaitannya dalam teori Melvin defluer dan Sandra Ball Rokeach, akan domain media massa yang menyingkap sejarah masa lalu, ibarat budaya budaya kuno yang di tanzilkan secara baru, sehingga ia ibarat ada dan tiada, sehingga dibutuhkan Pemilihan /pemilahan /uses and gratification berdasarkan rangkaian yang rumit terhadap ego super yaitu, pemikiran rasional, alasan, atau hati nurani seseorang. Yaitu adanya perbedaan yang membuat  teori ini semakin dapat mencari pengolongannya berdasarkan rumusan rumusan Melvin Defleur dan Sandra Ball Rokeach ini.
Kepastian
            Saya melihat ketika dependensi/teori ketergantungan ini ditafsirkan dalam berbagai metode maka kita akan mencari variabel variabel penghubung untuk mengukur para meternya apakah teori ketergantungan media dapat drespon, dari komunikan secara individual berdasarkan komponen sosialnya, tentu itulah kajian yang sesungguhnya, yang mengupas detail tentang ketergangungan khalayak dalam alam sadarnya. Sehinga terjadi sebuah proses dimana semua yang telah ditulis pada tabula rasa dipertahankan dalam lilin pada yang bersandar”Freud” dan saya sangat setuju ungkapan Freud tersebut.
Bahwa integral nya hubungan Khalayak, Media dan system Sosialnya, merupakan komponen yang berkolerasi kecil namun ketika ditarik benang halusnya dapat membongkar fiksi keseluruhannya.

PUSTAKA/KUTIPAN.
The Interpretation of Dreams. In The Standard Edition of the Complete
Psychological Works of Sigmund Freud, edited by James Strachey. IV. London:
Hogarth Press, 1953–74.

Moses and Monotheism. Translated by Katherine Jones. New York: Vintage Books,
1939.

DeFleur, M., Dennis, E. (2002). Understanding Mass Communication. Boston: Houghton Mifflin.
DeFleur, M., Plax, T. & Kearney, P. (1998). Foundations of human communication: Second Edition. Mountain View, CA: Mayfield Pub. Co.
DeFleur, M. (1998). Where have all the milestones gone? The decline of significant research on the process and effects of mass communication. Mass Communication and Society, 1 (1/2): 85-98.
DeFleur, R. & Buceta Facorro, L. (1993). A cross-cultural experiment on how well audiences remember news stories from newspaper, computer, television and radio sources. Journalism Quarterly, 70(3): 585-601.
Davenport, L., Cronin, M. &  DeFleur, M. (1992). Audience recall of news stories presented by newspapers, computer, television and radio. Journalism Quarterly, 69(4).
DeFleur, M.(1989). Theories of Mass Communication: Fifth Edition. New York: Longman, Inc.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar